Malam Terakhir di KKN

Malam Terakhir di KKN


Bersama anggota kelompok KKN ketika berkunjung ke Bukit Kandis


Cerita bermula ketika aku sedang menjalani KKN di Desa Talang Empat, kabupaten Bengkulu Tengah. KKN atau istilahnya lazim di kampusku yaitu PKLT (Praktek Kerja Lapangan Terpadu). Tapi biar kekinian dan familiar kami tetap menyebutnya “KKN”. 

Rumah kedua ini terdiri dari 2 lantai dan cukup besar untuk rumah yang ada di desa. Rumah ini sudah lama tidak berpenghuni, sekitar 7 tahunan. Rumah ini rumah permanen tetapi lantai 2 terbuat dari kayu, lantai rumahnya pun berupa semen acian dan sudah banyak retak-retaknya.  Di rumah kedua ini kamu di bagi menjadi 3 kamar, kamar depan, tengah, dan atas. Aku pun mendapat bagian kamar tengah bersama dengan 5 teman lainnya yang satu jurusan. Nah, ruang tamu pun juga menjadi tempat tidur untuk dua laki-laki kelompok kami, untuk menjaga kami katanya, tapi kami sering juga jalan-jalan tanpa izin ketua hehe.


Simpang siur ada selentingan kabar bahwa teman-temanku pernah mendengar ada yang mengetuk pintu dan mengucapkan salam hanya satu kali pada suatu malam. Tapi aku tetap saja positif thinking dan dengan pede-nya selalu sendirian ke kamar mandi yang berada jauh di belakang rumah dengan kondisi atap lumayan terbuka dan cukup gelap.



Tibalah kami dipenghujung kegiatan KKN dan besok kami sudah boleh pulang karena seluruh kegiatan telah dilaksanakan. Karena ini adalah hari terakhir kami pun memutuskan untuk jalan-jalan bersama ke Bendungan Sukarami dan kali ini dengan restu ketua ehehe. Sesampai di bendungan kami langsung nyebur bersamaan karena di sekre sangat susah air sehingga ketika bertemu air kami sangat kegirangan. Kami berendam, menikmati arus bendungan yang sangat deras dan tubuh pun berasa seperti sedang dipijat, dan kami tidak lupa berfoto bersama dong.
 
 
Selesailah acara mandi di bendungan hari ini dan kami kembali ke sekre. Hari sudah menjelang magrib tapi aku dan teman-teman memutuskan untuk mandi karena badan terasa sangat gatal. Karena air sangat minim sehingga sebagian temanku memilih menumpang mandi ke rumah ibu pemilik rumah ini, rumahnya tidak jauh dari sini. Karena aku mager banget udah basah gini mau ke luar rumah lagi akhirnya aku berusaha untuk menyedot air dan ya airnya cukup lancar sehingga aku mengajak satu teman untuk mandi di sekre saja.

Saat mandi kamar atas terdengar sangat berisik. Ntah apa yang mereka obrolkan sepertinya seru sekali sambal tertawa terbahak-bahak. Aku dan temanku yang sedang mandi cukup terganggu karena hari sudah menjelang magrib tapi mereka berisik sekali. Kemudian selesai mandi, temanku pergi ke kamar duluan karena tidak membawa baju ganti sedangkan aku berganti pakaian sendirain di sana.
Lalu kami melaksankan solat magrib. Selepas solat magrib kami bersiap-siap untuk mencari makan karena ini hari terakhir KKN sehingga piket masak tidak diberlakukan lagi huhu. Aku pun menyuruh temanku ini untuk berpamitan ke orang kamar atas karena kami ingin pergi keluar. Kira-kira percakapan kami seperti ini.


“Dek, tolong ke kamar atas dong bilangin kita mau pergi.”
“Iya kak.” patuh si Adek ini. Sebut saja nama adek ini Diah.
“Kak, kak, kami pamit keluar ya. Pintu ga kami kunci.” Sontak suasana di rumah ini langsung hening.
“Ga ada orang kak.” Teriak adek itu dari tangga.
“Panggi lagi dek, paling pura-pura. Tadi jelas pas kita mandi mereka ketawa-ketawa kok,” ucapku.
“Ga ada kak, udah yuk kak kita keluar aja. Pintu kita kunci terus kita antar ke rumah ibu pemilik rumah ini. Kita langsung cari makan.” Sebenarnya saat itu bulu kudukku sudah bergeming, tapi tetap cool karena saat itu aku berlaku sebagai kakak.


Akhirnya kami keluar rumah terburu-buru sambal mengunci pintu. Dalam perjalanan menggunakan motor kami berdua pun hanya diam. Lalu setiba di rumah ibu pemilik sekre kami bertemu dengan teman-teman yang lain untuk menyerahkan kunci. Ketika tiba di sana aku melihat beberapa temanku yang menghuni kamar atas  Aku pun terlibat obrolan lagi dengan mereka.


“Eh, Des. Kok kalian di sini? Di kamar atas tadi ada Risa ya?” tanyaku karena ketika mandi tadi aku mendengar suara Risa tertawa.
“Heh? Risa? Risa ga ada di sekre, dia kan ga ikut kita ke bendungan. Kalau ga salah sekarang dia lagi di Nakau,” ucap temanku ini. Aku dan Diah pun langsung saling pandang.
“Kalau gitu kami pamit makan dulu deh.” 


Dalam perjalanan menuju tempat makan aku dan Diah masih diam dan hanya mengobrol sesekali perihal kejadian tadi. Lalu tibalah kami di tempat makan dan bertemu lagi dengan teman yang menghuni kamar atas.


“Eh, kok kalian di sini? Bukannya di rumah?” tanyaku.
“Mana ada yang di kamar, kami semua lagi pergi. Kamar atas kosong,” jawab mereka.
“Si Risa beneran ke Nakau?” tanyaku lagi.
“Iyah, masih di Nakau.” Aku dan Diah kembali diam dan mereka pun langsung kepo melihat raut wajah kami.


Akhirnya cerita ini pun menyebar dengan cepat ke anak sekre kecuali anak kamar atas karena takut mereka tidak berani tidur. Anak kamar atas memang terkenal dengan anak-anak yang memilki volume suara di atas rata-rata. Sehingga ketika mereka mengobrol atau tertawa maka suaranya akan menyebar ke mana-mana. Mungkin ini juga menjadi salah satu faktor kenapa suara dan tingkah mereka mudah ditiru.

Teman-temannku di kamar lain juga pernah di ganggu oleh sosok perempuan yang duduk sambil bersedih di depan pintu kamar. Usut punya usut pun setelah mendengar cerita dari anak karang taruna setempat bahwa di belakang rumah ini terdapat makam orang tua dari pemilik rumah ini. Huft, tapi kenapa aku juga harus merasakan pengalaman mistis ini huhu.

Girls Squad



Comments

Popular posts from this blog

RD Beauty Care: Harga Terjangkau, Kualitas Memukau

Yuk, Kenal Lebih Dekat dengan Emaknya BoBe : Mbak Milda, Srikandi Digital Bengkulu

Anak Kecil Melek Gadget? Why not!